Mataram Lombokfokus.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Nusa Tenggara Barat (NTB) menuding Kejaksaan Negeri Lombok Tengah (Loteng) bermain-main dalam penegakan hukum terhadap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur.
Dimana hal itu di sampaikan Ketua LBH GP Ansor NTB Abdul Majid atas Perkara yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Praya dengan nomor 213/Pid.Sus/2025/Pn.Pya.
Tudingan yang dilayangkan LBH Ansor terhadap Pengadilan Negeri Praya tersebut setelah diketahui jaksa tidak menahan Terduga pelaku yaitu Mansur alias Ancung.
Padahal ancaman terhadap pelaku kejahatan seksual itu berat, namun pelaku belum juga di tangkap,” jelas Ketua LBH GP Ansor NTB, Abdul Majid, SHI, Jumat, 16 Oktober 2025.
”Pelaku hadir di persidangan dalam keadaan sehat, tidak ada alasan rasional untuk tidak menahan, kejaksaan ini main-main dan seolah melindungi pelaku,” lanjut Majid.
Mansur didakwa mencabuli seorang anak perempuan dibawah umur sejak korban duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD) hingga sekarang korban sudah masuk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ditempat terpisah, PW GP Ansor NTB Dr Irfan Suriadiata akan melakukan langkah yang tegas terhadap kasus yang menimpa korban, dimana ia akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, KPAI dan IPSK agar mendapatkan atensi dan pengawasan serius.
”Dalam kasus ini, seharusnya UU TPKS mestinya digunakan karena ini Leks Spesialis dalam konteks kekerasan seksual, tapi patut diduga UU ini tidak digunakan karena APH ingin melindungi dan meringankan pelaku,” kata Irfan.
”Pelaku tidak di tahan dengan alasan sakit, padahal nyatanya sehat dan dia beraktifitas seperti biasa, dalam berkas perkara APH tidak melakukan pemeriksaan psikolog terhadap korban, padahal itu sangat penting dan merupakan salah satu alat bukti dalam UU TPKS,” lanjut Irfan dengan tegas.
Dalam hal penanganan kasus tersebut, ia melihat tidak profesionalnya dua instansi yang berwenang, “Ada saling lempar tanggung jawab antara polisi, Jaksa dan Hakim soal kenapa tidak ditahan,” ujarnya.
Jika ini tidak ditahan dituntut rendah maka PW GP Ansor NTB akan meminta MA, Kejagung untuk memeriksa oknum jaksa dan hakim yang memeriksa perkara tersebut.
”Kami patut menduga ada permainan kotor dalam perkara ini, karena tindakan APH ini sangat tidak lazim dan bertentangan dengan semangat pemerintah dalam penghapusan kekerasan seksual terhadap anak, UU TPKS yang telah dibuat untuk jerat pelaku malah tidak digunakan oleh oknum jaksa dalam perkara ini,” tandasnya.
”Karena kita tahu UU TPKS paling pro terhadap perlindungan korban dalam kasus pelecehan seksual,” tutup Irfan.
Sedangkan Kejaksaan Negeri Praya Lombok Tengah melalui press release resmi dengan Nomor: PR- /10/2025/LOMBOK TENGAH pada tanggal Praya, 17 Oktober 2025.
Pada release tersebut pengadilan Negeri Praya menegaskan penanganan perkara M Alias Ancung sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Kejaksaan Negeri Praya menyampaikan klarifikasi terkait penanganan perkara M alias Ancung, terdakwa kasus kekerasan seksual.
Kejari menjelaskan bahwa proses penyidikan dan penahanan berjalan sesuai aturan, termasuk pemeriksaan kesehatan terdakwa sebelum sidang.
Kejaksaan juga menegaskan pelaksanaan pendampingan psikolog dan perlindungan terhadap korban sebagai bagian dari bukti dan pemenuhan hak korban sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Kejaksaan berharap transparansi dan penerapan hukum yang profesional dapat memberikan keadilan bagi korban dan terdakwa, sekaligus menjawab kritik publik terkait penanganan perkara ini.










