LOMBOK UTARA – KASTA Nusa Tenggara Barat (NTB) DPD Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengapresiasi langkah tegas DPRD KLU melalui Komisi IV yang telah memerintahkan kepada dinas terkait untuk segera melakukan pemutusan kontrak kepada perusahaan yang mengerjakan paket pembangunan Kantor DPRD KLU. Proyek pembangunan yang dananya bersumber dari APBD KLU tahun 2024 ini bernilai puluhan miliar rupiah, namun sejak awal prosesnya terindikasi bermasalah.
Menurut Yanto Anggara, Ketua KASTA NTB DPD KLU, pembangunan kantor DPRD KLU tidak mampu diselesaikan sesuai jadwal kontrak yang telah ditetapkan.
“Meskipun diberikan perpanjangan waktu, sampai saat ini proyek belum tuntas 100%,” tegas Yanto. Rabu, (19/2/25).
Ia menambahkan bahwa terdapat indikasi kuat dinas terkait berupaya melindungi kepentingan rekanan melalui upaya mempercepat proses Provisional Hand Over (PHO) guna menghindari denda harian senilai Rp10 juta per hari.
“Seharusnya, secara teknis, seluruh pengerjaan fisik bangunan sudah harus selesai ketika PHO dilakukan. Namun, tindakan tersebut justru mengakali aturan untuk saling melindungi,” ujar Yanto.
Yanto juga mengungkapkan bahwa toleransi yang diberikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terhadap proyek ini, yakni dengan mempercepat PHO sementara progres pekerjaan belum mencapai 100%, merupakan preseden buruk dalam tata kelola pembangunan infrastruktur yang bersumber dari uang rakyat di KLU.
“Jika ini dibiarkan, ke depannya tidak menutup kemungkinan akan muncul kembali kontraktor-kontraktor nakal yang mengabaikan tanggung jawab dalam penyelesaian pekerjaan sesuai kontraknya,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Yanto mengaku bahwa kelompoknya telah mendeteksi ketidakberesan sejak awal pembangunan kantor DPRD KLU. “Kami bahkan sempat melakukan aksi demonstrasi beberapa waktu lalu untuk mengingatkan seluruh anggota DPRD KLU agar waspada dan melakukan pengawasan ketat. Kami juga pernah meminta dibentuknya tim kajian independen untuk mengawasi seluruh proses pembangunan kantor tersebut,” tambahnya.
Tak hanya itu, Yanto menegaskan rencana mereka untuk melaporkan dugaan kongkalikong antara oknum PPK dan kontraktor.
“Atas segala keterlambatan penuntasan pekerjaan, anggota DPRD tidak bisa memanfaatkan gedung yang representatif untuk melayani rakyat. Hak-hak publik dirugikan oleh dugaan simbiosis mutualisme antara oknum PPK dan kontraktor dalam proyek ini,” jelasnya.
Keputusan DPRD KLU untuk memutus kontrak tersebut dinilai sebagai langkah proaktif dalam upaya memberantas praktik-praktik tidak transparan dan penyalahgunaan dana pembangunan infrastruktur. Langkah ini diharapkan dapat membuka jalan bagi perbaikan tata kelola pembangunan dan memastikan bahwa setiap rupiah dari APBD KLU digunakan secara optimal untuk melayani kepentingan rakyat.
Sementara itu, pihak DPRD KLU melalui Komisi IV belum memberikan keterangan resmi lebih lanjut terkait mekanisme pemutusan kontrak, namun keputusan tersebut telah mendapatkan apresiasi penuh dari Kasta NTB DPD KLU sebagai bentuk komitmen untuk menjaga integritas pengelolaan dana publik dan pelayanan kepada masyarakat.