Example floating
Example floating
BeritaHeadline

Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Kedua pada Kuartal II 2025, Gubernur NTB Diminta Fokus Pembenahan

218
×

Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Kedua pada Kuartal II 2025, Gubernur NTB Diminta Fokus Pembenahan

Share this article
Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Kedua pada Kuartal II 2025, Gubernur NTB Diminta Fokus Pembenahan

MATARAM – Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kuartal II 2025 tercatat terendah kedua secara nasional, dengan kontraksi mencapai minus 0,82 persen secara tahunan.

 

Fakta ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah, khususnya Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal yang selama ini kerap menampilkan optimisme berlebihan terkait capaian pembangunan. Angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan potret rapuhnya fondasi ekonomi NTB yang terlalu bergantung pada sektor ekstraktif.

 

Kritik utama patut diarahkan pada strategi pembangunan yang menjadikan sektor tambang, khususnya ekspor konsentrat tembaga, sebagai motor utama ekonomi. Begitu produksi menurun atau aturan ekspor diperketat, ekonomi NTB langsung terpukul.

 

Situasi ini sudah berulang kali terjadi, namun pemerintah daerah tampaknya enggan belajar. Alih-alih membangun ketahanan ekonomi jangka panjang, kebijakan yang diambil justru cenderung reaktif dan menunggu momentum harga komoditas.

 

Padahal, NTB memiliki modal kuat di sektor lain: pariwisata, pertanian, perikanan, hingga UMKM. Sayangnya, sektor-sektor tersebut masih diperlakukan sebagai pelengkap, bukan prioritas utama.

 

Tidak adanya roadmap diversifikasi ekonomi yang jelas membuat NTB kerap terjebak pada pola lama: ketika tambang jatuh, ekonomi ikut terpuruk. Kondisi ini menunjukkan lemahnya visi pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan dan inklusivitas.

 

Direktur Lombok Global Institute (Logis) NTB M. Fihiruddin mengaku miris dengan potret tersebut. Ia justru mengkritik tidak adanya langkah kongkret Gubernur Iqbal untuk mengatasi persoalan tersebut. Apalagi, diperparah dengan lemahnya komunikasi yang dilakukan gubernur.

 

“Di tengah kontraksi ini, publik justru minim mendapatkan penjelasan tegas dan langkah konkret dari Gubernur NTB. Tidak ada komunikasi yang jelas mengenai strategi pembenahan struktural, baik dalam jangka pendek maupun panjang,” kata M. Fihiruddin kepada awak media di Mataram pada Rabu, 24 September 2025.

 

Padahal, kata Fihiruddin, transparansi dan kepemimpinan yang visioner sangat dibutuhkan untuk meredam kegelisahan masyarakat dan mengembalikan kepercayaan investor.

 

Menurutnya, kondisi ini seharusnya menjadi titik balik. Gubernur NTB tidak boleh lagi terjebak dalam pencitraan atau retorika pembangunan, melainkan fokus pada pembenahan nyata.

 

“Jika berada diatas Papua Tengah, itu artinya jatuh sekali karena Papua Tengah itu provinsi baru berdiri, belum punya apa-apa sebagai pengendali ekonomi karena infrastruktur ekonominya ada di Papua Barat sebagai Provinsi Induk. Sangat miris kalau NTB hanya berada diatas Papua Tengah,” ujarnya.

 

Jika situasi ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak luas terhadap situasi kehidupan di masyarakat. Fihiruddin meminta Gubernur NTB tak menutup mata pada potret ekonomi tersebut.

 

“Sudah saatnya Gubernur NTB turun dari menara gading dan berhenti bermain dengan retorika pembangunan yang manis di atas kertas. Rakyat butuh tindakan nyata, bukan sekadar klaim prestasi,” ungkap Fihiruddin.

 

Ia mendesak Gubernur NTB segera merumuskan langkah kongkret baik bersifat jangka pendek, jangka menengah, maupun panjang.

 

“Masyarakat tak butuh narasi omon-omon, masyarakat butuh bukti bukan cuap-cuap belaka yang tak punya arti,” ujarnya.

 

Daftar Pertumbuhan Ekonomi 38 Provinsi Indonesia Kuartal II 2025 (sesuai data pada gambar/GoodStats – sumber BPS):

 

• Maluku Utara = 32,09%

• Sulawesi Tengah = 7,95%

• Kepulauan Riau = 7,14%

• Bali = 5,95%

• Sulawesi Tenggara = 5,89%

• Sulawesi Utara = 5,64%

• Kalimantan Barat = 5,59%

• DI Yogyakarta = 5,49%

• Nusa Tenggara Timur = 5,44%

• Sumatra Selatan = 5,42%

• Kalimantan Selatan = 5,39%

• Banten = 5,33%

• Jawa Tengah = 5,28%

• Jawa Barat = 5,23%

• Jawa Timur = 5,23%

• DKI Jakarta = 5,18%

• Gorontalo = 5,16%

• Lampung = 5,09%

• Jambi = 4,99%

• Bengkulu = 4,99%

• Kalimantan Tengah = 4,99%

• Sulawesi Selatan = 4,94%

• Aceh = 4,92%

• Sumatra Utara = 4,62%

• Kalimantan Timur = 4,69%

• Riau = 4,59%

• Kalimantan Utara = 4,54%

• Sulawesi Barat = 4,29%

• Kep. Bangka Belitung = 4,09%

• Papua Selatan = 3,99%

• Sumatra Barat = 3,95%

• Papua = 3,55%

• Maluku = 3,39%

• Papua Barat Daya = 3,19%

• Papua Pegunungan = 3,19%

• Papua Barat = –0,23%

• Nusa Tenggara Barat = –0,82%

• Papua Tengah = –9,83%

Iklan Ikuti Saluran Lombok Fokus

Ikuti Saluran
Lombok Fokus

Ikuti di WhatsApp
Example 120x600