Lombok Barat – Kulit kopi, pisang, dan kakao yang selama ini dianggap limbah tanpa guna, kini mulai dilirik sebagai potensi sumber ekonomi baru oleh warga Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Perubahan ini terjadi berkat kegiatan edukasi pengelolaan limbah pertanian yang digelar oleh tim pengabdian Universitas Mataram, Senin (27/5/2025).
Bertempat di aula desa, kegiatan yang diinisiasi oleh dosen dan mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri ini menyasar seluruh lapisan masyarakat—mulai dari petani, ibu rumah tangga, remaja, hingga kader lingkungan.
Tujuan utama kegiatan ini adalah membangun kesadaran warga dalam memanfaatkan limbah pertanian menjadi produk ramah lingkungan yang bernilai ekonomi, seperti kompos, pupuk cair, dan eco-enzyme. Hal ini juga menjadi upaya konkret dalam mendukung pembangunan ekonomi hijau di tingkat desa.
Potensi Lokal yang Belum Tergarap
Desa Pakuan sendiri memiliki komoditas unggulan seperti kopi, kakao, dan pisang. Namun, sisa panen seperti kulit buah dan batang tanaman selama ini cenderung dibakar atau dibuang sembarangan, yang pada akhirnya mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas lahan.
Melalui edukasi partisipatif ini, tim pengabdian hadir untuk membalik paradigma tersebut. Warga tidak hanya mendapatkan materi, tetapi juga terlibat langsung dalam praktik memilah limbah, mengenal jenis sampah, dan mengolah limbah organik menjadi produk yang bermanfaat.
Kepala Desa Apresiasi Inisiatif Universitas
Kepala Desa Pakuan dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kehadiran tim pengabdian. Menurutnya, selama ini belum banyak kegiatan edukasi lingkungan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Kami menyambut baik kegiatan ini karena masyarakat selama ini belum memiliki pemahaman cukup soal pengelolaan sampah dan limbah. Harapan kami, setelah ini bisa muncul kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.
Warga Antusias, Minta Kegiatan Lanjutan
Respons positif terlihat dari partisipasi aktif warga. Meski awalnya tampak pasif, seiring sesi berjalan, warga mulai antusias bertanya dan berbagi pengalaman. Banyak di antaranya yang mengaku baru tahu bahwa limbah dapur seperti air cucian beras atau kulit buah bisa diolah menjadi pupuk cair alami.
Bahkan, sejumlah warga mengusulkan adanya pelatihan lanjutan agar mereka bisa mempraktikkan pengolahan limbah secara mandiri di rumah.
Menanggapi hal tersebut, tim pengabdian berencana melakukan pendampingan berkelanjutan, termasuk pelatihan teknis, pembentukan kelompok sadar lingkungan, serta pengadaan fasilitas dasar seperti tempat sampah terpilah dan alat pencacah kompos.
Dukung SDGs dan MBKM
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 11 (Permukiman Berkelanjutan), SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), dan SDG 15 (Melestarikan Ekosistem Darat).
Selain itu, keterlibatan mahasiswa dalam program ini sekaligus mendukung kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, khususnya dalam aspek pengabdian kepada masyarakat dan pembangunan desa.
Menuju Desa Mandiri dan Ramah Lingkungan
Kegiatan edukatif ini membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal sederhana di tingkat rumah tangga. Limbah yang dulunya dianggap sampah kini mulai dilirik sebagai sumber daya, membuka peluang ekonomi baru yang berbasis kesadaran lingkungan.
Dengan sinergi antara universitas, masyarakat, dan pemerintah desa, pengelolaan limbah berbasis komunitas bukan lagi sekadar wacana, tetapi sedang mulai diwujudkan di Desa Pakuan.
Penulis: Oki Saputra, S.S.T., M.Eng
Dosen Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram