Jakarta – Lombok Fokus | Lahir pada 27 Juli 1986 di Desa Tanahbaru Kecamatan Pakisjaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Aminuddin Ma’ruf dibesarkan dari keluarga petani. Sejak kecil, ia sudah merasakan kehidupan dengan beragam keterbatasan.
Berada di tengah berbagai keterbatasan, ternyata tidak membuat anak bungsu dari tujuh bersaudara tersebut surut untuk mencapai cita-citanya. Betapa tidak, aliran listrik saja baru ia nikmati saat berada di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas tiga.
Selama aliran listrik belum masuk ke Desa Tanahbaru, masyarakat setempat hanya mengandalkan lampu togok damar atau warga lokal menyebutnya “lampu ontel”. Begitu pula dengan keluarga Amiruddin.
Meskipun lahir dari latar belakang keluarga petani, Aminuddin kecil terbilang cukup jarang bersentuhan dengan lingkungan sawah. Hal itu cukup bertolak belakang. Tapi tidak mengapa, sebab kedua orang tuanya yang justru melarang untuk ikut bekerja secara langsung.
Namun, sifat gigih Aminuddin sudah terlihat sedari kecil. Bahkan saking antusiasnya, ia tetap memilih ikut terlibat untuk membantu orang tuanya saat musim panen padi tiba.
“Waktu itu saya masih kecil dan ingin merasakan panen, namun pada saat ngarit jari saya terluka terkena sabetan,” kata pria berusia 33 tahun yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Solidaritas ulama muda Jokowi (Samawi) saat ditemui di ruang kerjanya di Jakarta, Jumat.
Siapa sangka, pria yang lahir dari latar belakang keluarga petani itu malah ditunjuk dan dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus presiden pada Kamis (21/11). Secara pribadi, Aminuddin mengaku kaget ditunjuk Jokowi sebagai staf khusus.
“Tidak ada sama sekali dalam pikiran saya terbesit nanti akan menjadi staf khusus presiden,” lanjutnya.
Diminta Presiden kawal pemuda
Sebagai staf khusus Presiden, Aminuddin memiliki tugas khusus yaitu berkomunikasi dan berhubungan dengan kelompok-kelompok strategis. Amanah yang diberikan negara itu nantinya bersinggungan langsung dengan mahasiswa se-nusantara termasuk para santri di Tanah Air.
Ia mengatakan persoalan para pemuda saat ini cukup kompleks, apalagi di era teknologi dan informasi yang semakin maju di mana semua masyarakat dapat mengakses beragam informasi. Namun, jika tidak berhati-hati maka ini dapat menimbulkan masalah.
Staf Khusus Presiden Aminuddin Ma’ruf saat diwawancarai Antara di ruang kerjanya di Jakarta, Jumat (22/11/2019). (ANTARA/ (Muhammad Zulfikar)
Untuk mewujudkan dan menunaikan tanggung jawab yang diberikan negara, strategi jemput bola merupakan salah satu langkah yang akan dilakukannya karena Presiden Jokowi menginginkan semua masalah dapat diatasi sesegera mungkin dengan melihat langsung ke lapangan.
“Saya juga akan menyapa teman-teman mahasiswa di kampus dan santri di pondok pesantren,” kata dia.
Salah satu mimpi yang ingin diwujudkannya ialah agar teman-teman mahasiswa maupun santri tidak merasa inferior dari kelompok lain. Sebab, setiap generasi dan masyarakat secara umum memiliki kesempatan yang sama.
Apalagi, ujar dia, keberpihakan Presiden Joko Widodo juga sudah jelas kepada para santri dan pondok pesantren di Tanah Air. Kemudian ditambah lagi, presiden memiliki visi Indonesia sentris. Artinya, setiap pemuda dan pemudi baik itu di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan lainnya memiliki kesempatan yang sama layaknya para generasi di Tanah Jawa.
Kesempatan itu dapat merujuk pada aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya tanpa ada perbedaan. Selain itu, para pemuda juga didorong untuk memanfaatkan redistribusi aset dan sertifikasi lahan.
Hal itu harus dimanfaatkan oleh masyarakat terutama pemuda serta memastikan faktor produksi tersebut milik mereka. Selain itu, perlu diingat bahwa Indonesia pernah besar sebagai negara agraris yang diperkuat oleh status negara maritim.
Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014 hingga 2016 tersebut berpesan sebagai anak desa dan seorang santri, masyarakat tidak boleh lupa dan patut bangga dalam menjadi bagian dari masa depan Indonesia.
Secara umum, Aminuddin Ma’ruf diberikan tugas oleh Presiden Jokowi untuk mengisi paradigma santri dan mahasiswa dalam melihat dunia yang mengalami perubahan demi perubahan. Apalagi, saat ini beragam tantangan itu cukup kompleks sehingga beban yang diemban cukup besar.
“Santri tidak hanya mengaji, tapi juga mengkaji banyak hal terkait ilmu pengetahuan,” katanya.
Pernah mengkritisi Presiden Jokowi
Aksi unjuk rasa mahasiswa hingga kalangan pelajar secara besar-besaran yang terjadi beberapa waktu lalu di sejumlah titik, dinilainya akibat adanya komunikasi yang tidak sampai.
Meskipun demikian, aksi unjuk rasa itu merupakan salah satu tantangan terbesar pemerintah jika ingin mengeluarkan kebijakan sehingga segala sesuatunya harus dipastikan agar tersampaikan dengan benar kepada masyarakat.
Aminuddin Maruf mengatakan sifat kritis para mahasiswa dibutuhkan untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan. Bahkan, secara pribadi ia mengaku pernah turun langsung ke lapangan dan ikut berunjuk rasa saat pemerintahan Jokowi periode pertama.
“Bapak Presiden Jokowi jadi presiden saya pernah beberapa kali turun aksi kok,” ujar dia.
Ke depan, salah satu langkah yang akan dilakukannya ialah berdialog dengan para mahasiswa untuk menampung berbagai aspirasi karena ia menyakini bahwa sifat idealis mahasiswa bisa menjadi semangat pembangunan bagi bangsa.
Dalam waktu dekat, ia akan membahas penerapan kartu pra kerja. Sebab, objek utama program tersebut adalah mahasiswa yang baru saja lulus namun belum mendapatkan pekerjaan.
“Kita perlu tau bagusnya kartu pra kerja itu seperti apa sehingga butuh masukan dari mahasiswa,” katanya.
www.lombokfokus.com