Mataram, LombokFokus.Com- Universitas Nahdlatul Ulama, adalah kampus peradaban bangsa di Nusa Tenggara Barat. Dalam kesempatannya UNU NTB menginisiasi kegiatan Seminar Nasional dengan tema “Membangun pendidikan karakter berbasis multikulturalisme”.
Dengan narasumber Dr. Pingky Saptandari, EP Dra.M.A selaku mantan Deputi Pemberdayaan Perempuan RI dan Dr. Nuriadi, SS., M.Hum selaku akademisi atau dosen FKIP Universitas Mataram. (23/02)
Kegiatan yang dilaksanakan pada, 23 Februari 2019 di Aula UNU, diharapkan memberikan dampak positif terhadap sikap pendidikan karakter berbangsa dan bernegara yang berada di tengah ke multikulturalismean.
Hal demikian disampaikan oleh Rektor Universitas Nahdlatul Ulama NTB Baiq Muliyanah, M.Pd, dalam sambutannya.
“Siapapun kita, apalagi sebagai seorang guru, dosen, bahwa pendidikan karakter menjadi sangat penting!” Imbuhnya.
Disamping itu juga Baiq Muliyanah, menyampaikan bahwa pendidikan karakter lebih penting dari sekedar ilmu pengetahuan.
“Peci itu lebih tinggi tempatnya daripada kepala, yakni maksudnya adalah akhlak kita lebih tinggi daripada ilmu!” Imbuhnya.
Selain hal demikian Baiq Muliyanah memaparkan pendidikan karakter berbasis multikulturalisme merupakan cara membentuk pendidikan atas identitas diri kita.
“Saya orang Sasak, tapi saya adalah warga Indonesia! Siapapun kita tidak boleh lupa menyebutkan identitas kewarganegaraan kita yakni Indonesia!” Tutupnya lagi.
Diskusi yang berlangsung dari kedua narasumber sama-sama berbicara soal pendidikan karakter dalam perspektif budaya dan pendidikan.
Dr. Pingky Saptandari, EP Dra.M.A, mendapatkan sub tema tentang “Membangun pendidikan karakter bangsa ditengah multikulturalisme”.
Ia lebih banyak menjelaskan tentang kebudayaan sebagai alat merekat persatuan dan kerukunan.
Dipaparkan bahwa untuk dapat menciptakan kualitas SDM Indonesia yang baik di tengah multikulturalisme adalah dengan menanamkan etika kepribadian yang baik, serta mengajarkan tentang komunikasi kebudayaan yang mindfulness (saling menghargai dan menghormati).
Penguatan karakter jati diri bangsa juga dapat dilakukan dengan melestarikan budaya, adat istiadat, teknologi tradisional, dan lainnya. Disisi yang lain juga pentingnya menjaga seni, permainan rakyat, bahasa, dan olahraga tradisional sebagai media membentuk karakter.
Tantangan era revolusi industri 4.0 juga menuntut manusia harus cerdas.
“Kita punya smartphone, tapi kita juga harus cerdas dong!” Ungkapnya.
Narasumber kedua Dr. Nuriadi, SS., M.Hum lebih banyak menjelaskan terkait tentang multikulturalisme dan tradisi orang Sasak. intinya adalah semangat menjaga kerukunan umat adalah sikap yang harus tetap dibangun dalam diri setiap orang.(jr)