Example floating
Example floating

LBH GP Ansor NTB Soroti Kejanggalan Sistematis dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Anak di Lombok Tengah

423
×

LBH GP Ansor NTB Soroti Kejanggalan Sistematis dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Anak di Lombok Tengah

Share this article

Mataram, Lombokfokus.com –
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap dugaan adanya kejanggalan sistematis dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Lombok Tengah.
Dugaan kejanggalan itu mencakup proses hukum yang dinilai tidak transparan dan terkesan melindungi pelaku, mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan.

Ketua LBH GP Ansor NTB, Abdul Majid, S.H., mengatakan sejak awal proses hukum, pihaknya menemukan banyak tanda-tanda ketidakberesan dalam penanganan kasus tersebut.

“Sejak tahap penyidikan, kami sudah melihat ada perlakuan istimewa terhadap pelaku. Bahkan, menurut informasi dari keluarga korban, ada oknum aparat yang meminta mereka mencabut laporan. Namun keluarga korban dengan tegas menolak,” ujarnya, Sabtu (18/10/2025).

Abdul Majid menuturkan, tim LBH GP Ansor NTB juga mengalami langsung kejanggalan saat berkoordinasi dengan penyidik di Polres Lombok Tengah. Penyidik, kata dia, terlihat mencari alasan agar pelaku tidak ditahan dan perkara tidak dilanjutkan.

“Itu bukan asumsi, tapi fakta yang kami alami sendiri. Sikap penyidik jelas tidak berpihak kepada korban,” tegasnya.

Koordinasi Kilat Tiga Lembaga

Menurut LBH GP Ansor NTB, kejanggalan semakin nyata ketika Kejaksaan Negeri Praya melakukan pelimpahan perkara dari kepolisian ke kejaksaan, dan dari kejaksaan ke pengadilan dalam hari yang sama, yakni pada 25 September 2025. Anehnya, terdakwa tidak ditahan.

“Rangkaian kejadian ini menunjukkan adanya indikasi sistematis antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan untuk mempermudah pelaku,” tambah Majid.

Selain itu, LBH GP Ansor NTB juga menyoroti keputusan aparat penegak hukum yang tidak menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), meski sudah berulang kali diminta oleh kuasa hukum korban.

“Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bentuk keberpihakan terhadap pelaku. Kami tidak akan tinggal diam melihat hukum dipermainkan,” tegasnya.

Tuntutan LBH GP Ansor NTB

LBH GP Ansor NTB secara tegas menyampaikan empat poin tuntutan kepada lembaga hukum nasional dan daerah:

  1. Mendesak Kejaksaan Agung RI, Mahkamah Agung RI, Kejati NTB, dan Ketua Pengadilan Tinggi NTB agar memberi perhatian serius terhadap kasus ini.

  2. Meminta pelaku segera ditahan dan dihukum maksimal sesuai undang-undang.

  3. Menuntut evaluasi dan sanksi tegas terhadap aparat penegak hukum yang diduga berpihak pada pelaku.

  4. Mendorong penerapan UU TPKS demi perlindungan maksimal bagi korban kekerasan seksual.

Korban Anak, Pelaku Bebas

Abdul Majid mengungkapkan, korban dalam kasus ini adalah siswi kelas 2 SMP yang telah menjadi korban kekerasan seksual sejak duduk di bangku kelas 5 SD.
Pelaku, yang diketahui bernama Mansur alias Gecung, diduga melakukan tindakan bejat tersebut selama bertahun-tahun, namun hingga kini masih bebas.

“Negara seharusnya melindungi korban, bukan membiarkan pelaku berkeliaran. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegasnya.

Ajakan Moral: Jangan Diam

LBH GP Ansor NTB menegaskan komitmennya untuk terus mengawal perkara ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan.
Menurut Abdul Majid, kasus ini bukan hanya menyangkut satu anak korban, tetapi menyangkut wibawa hukum dan moralitas bangsa.

“Kami mengajak seluruh masyarakat, tokoh agama, aktivis, dan pemerhati anak untuk bersuara. Diam berarti membiarkan kekerasan kedua terjadi pada korban,” pungkasnya.

Iklan Ikuti Saluran Lombok Fokus

Ikuti Saluran
Lombok Fokus

Ikuti di WhatsApp
Example 120x600
Example 120x600