Lombok Fokus|Lotara –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi, terkait perizinan PT Tiara Cipta Nirwana (TCN). Perusahaan ini bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Utara, dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), yang belakangan menjadi sorotan publik. Hal itu diungkapkan Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK.
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, Senin (7/10/2024), mengatakan jika terdapat pelanggaran multidoor yang dilakukan oleh PT TCN. Parahnya Pemda Lombok Utara justru terkesan memaksakan dengan dalih-dalih tertentu. Pemaksaan dimaksud Dian, yaitu pada tahun 2020 lalu Kementerian PUPR pernah membangun pipa dari darat ke tiga gili untuk akses air masyarakat, hanya saja Pemda (ketika jaman Bupati Najmul Akhyar) menyetop dengan alasan sudah melakukan kerjasama dengan PT TCN.
“Padahal ketika rapat bersama BWS air di KLU ini surplus di peta warnanya itu biru, kenapa ditolak ini ada apa. Itu anomali pertama bagi saya,” ujarnya.
Anomali lain, ketika PT TCN distop pengerjaan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, rupanya diam diam perusahaan yang bersangkutan terus menjalankan aktivitas pengerjaan pipa pinggir pantai. Hal ini disebutnya adalah pelanggaran sektor kendati dibalik pelanggaran sektor itu ada sesuatu dan ini menjadi atensi oleh KPK.
“Di Meno juga begitu tidak ada izin namun kerja terus. Jadi menurut saya banyak anomali, padahal kan enak kalau ambil air di darat ketimbang memaksakan dengan swasta. Padahal pasal 33 UUD bumi air dikuasai negara, nah ini negara ada di mana. Laut di rusak gunung di rusak, berbicara parawisata selesai NTB kalau begini caranya,” katanya.
“Memang ada anomali PT BAL dan GNE izinnya on off tapi ini aneh, pas dicabut izin langsung tersangka saya tidak ikuti proses yang ada di Polda dan Kejaksaan, di Meno banyak air dan itu tidak di police line itu sisi yang lain ya, cuma kok solusinya tetap bawa TCN padahal air depan mata kok masih pakai swasta,” imbuhnya.
Pihaknya mendampingi KKP dan Gakkum LHK dalam persoalan ini lantaran pelanggaran tersebut multidoor. Belakangan juga pihak TCN akan dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut menyangkut izin lokasi pengeboran bawah laut. Berdasarkan surat KKP bernomor: B.5693/DJPKRL.2/PRL. 140/IX/2024 telah mencabut izin lokasi pemanfaatan ruang laut yang artinya TCN tidak boleh mengambil air laut untuk didistribusikan.
“Dia tidak bisa lagi berusaha di kawasan konservasi yang dikelola KKP. Yang jelas tidak boleh ambil air laut titik,” tegasnya.
KPK sudah memberikan sejumlah solusi dalam rapat pun demikian agaknya Pemda Lombok Utara tidak mengindahkan saran masukan tersebut. Maka dari itu, Dian menilai ada potensi korupsi di dalan kasus ini yang harus dilakukan penindakan. Ditanya mengenai apakah ada pihak yang sudah diperiksa oleh KPK, Dian menjawab bisa jadi. Sebab untuk penindakan bukan menyangkut ranahnya dan ia tidak boleh mengetahui soal penindakan apapun.
“Urusan dengan korupsi saya akan bicara dengan kantor saya, besok saya bicara dengan Kejati, ya mainkan. Saya tidak berbicara teknis air, airnya silakan cari dari mana jangan sampai kau yang memulai orang lain jadi tumbal kan kita sudah dorong mau bantu dari kemarin kemarin sudah rapat dengan PDAM juga, kurang apalagi,” jelasnya.
“Kami punya kode etik saya dipencegahan, penindakan ngapain itu saya gak boleh tahu dan saya gak mau tahu. Apakah mereka (Divisi lain) sudah memanggil segala macam, bisa jadi. Biasanya di dalam pelanggaran sektor di situ ada berkelindat tindak pidana korupsi ada maine area biasanya, bukan tidak mungkin ini berpotensi demikian (korupsi),” pungkasnya.(iko)