Berita

BBPOM Mataram Sikapi Pandemi Senyap Akibat AMR

137
×

BBPOM Mataram Sikapi Pandemi Senyap Akibat AMR

Sebarkan artikel ini
Kepala BBPOM di Mataram Yosef Dwi Irawan
 

Lombok Fokus|Mataram – Kejadian resistensi antimikroba (AMR) menjadi salah satu isu kesehatan global, yang mendapat perhatian serius dari berbagai pihak termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berikut pandangan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram, terkait ancaman AMR yang sering disebut sebagai “silent pandemic” atau pandemi senyap tersebut.

Dikatakan, menurut penelitian yang diterbitkan jurnal The Lancet tahun 2022, pada tahun 2019 AMR telah menyebabkan kematian pada 4,95 juta jiwa, dengan 1,27 juta diantaranya disebabkan langsung oleh AMR. Angka kematian akibat AMR, bahkan lebih tinggi dibandingkan kematian akibat HIV/AIDS dan Malaria.

Kepala BBPOM di Mataram Yosef Dwi Irawan, Rabu (3/7/2024), dalam Ngobrol Santai (Ngobras) bersama awak media menyampaikan jika AMR dapat membunuh dalam senyap (keheningan).

“AMR adalah salah satu ancaman terbesar, terhadap kesehatan dan keamanan kesehatan global saat ini. Jika tidak ditangani dengan serius, WHO memprediksi bahwa pada tahun 2050, jumlah kematian akibat AMR dapat mencapai 10 juta jiwa per tahun,” ujar Yosef.

Dalam Ngobras yang dihadiri Kadis Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, Kepala BBPOM menjelaskan jika resistensi antimikroba terjadi ketika bakteri, virus, jamur dan parasit menjadi kebal terhadap obat-obatan, yang sebelumnya efektif untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

“Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan, menjadi salah satu faktor utama penyebab meningkatnya resistensi antimikroba. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, tenaga kesehatan, maupun masyarakat untuk menggunakan antibiotik dengan bijak,” jelas Yosef.

Yosef juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, terkait bahaya AMR dan cara pencegahannya.

“Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih baik, tentang pentingnya menyelesaikan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan, tidak menyimpan sisa antibiotik untuk digunakan di kemudian hari, dan tidak membeli antibiotik tanpa resep dokter,” katanya.

READ  HKTI NTB Siapkan Benih Bawang Putih untuk Kembalikan Kejayaan Sembalun

Karena itu, lanjut Yosef, BBPOM di Mataram aktif melakukan pengawasan dan inspeksi, terhadap penjualan obat-obatan di apotek dan toko obat.

“Kami memastikan bahwa antibiotik, hanya dijual dengan resep dokter dan digunakan sesuai aturan yang berlaku. Langkah ini penting untuk mencegah penggunaan antibiotik yang tidak tepat,” tegasnya.

Yosef berharap dengan meningkatnya kesadaran dan kerjasama semua pihak, ancaman AMR dapat diminimalisir.

“Mari kita bersama-sama melawan pandemi senyap ini dengan tindakan yang nyata. Kita tidak boleh menganggap remeh AMR, karena dampaknya sangat besar terhadap kesehatan kita dan generasi mendatang,” tutup Yosef. (djr)

Berlangganan Yes No thanks