Pesantren merupakan embrio study santri dalam mengembangan sains keislaman. Keberadaanya menjadi bukti kuat hadirnya intelektual muslim dunia. Umat Islam sangat diuntungankan atas berdirinnya pesantren dimuka bumi. Kajian study dan development goalsnya patut diapresiasi sebagai destinasi terkuat dalam menyumbang intelektual muslim dunia. Wajah pesantren melekat kuat di wilayah nusantara Indonesia sebagai negara Islam terbesar dunia.
Zamakhsyari Dhofier merujuk A.H.Johns dan Soebardi menuliskan bahwa, peran pesantren dapat menjadi “anak panah” dalam penyebaran Islam di wilayah nusantara, sebagaimana peranan lembaga pesantren dalam menentukan watak keislaman kerajaan Islam dan power penting penyebaran Islam dipelosok pedesaan (Mahrus El-Mawa, 2014:51). Menilik makna pesantren, pasti pembaca akan diarahkan pada intelektual muslim yang biasa disebut santri.
Istilah santri ini, merupakan adaptasi dari kata santri yang bermakna orang-orang yang mempelajari kitab suci (sashira) (Robbah, 2021:16). Membincang perihal pesantren dan santri, maka sangat penting untuk mengkaji Ma’had Aly sebagai wacana tinggi yurisprudensi Islam. keberadaan Ma’had aly di era z-Generation menjadi aktor yang fundamental dalam mengawal development sains masyarakat pesantren. Amanat Undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren, meletakkan mahad aly sebagai entitas pendidikan tinggi keagamaan.
Mahad aly menjadi perguruan tinggi keagamaan Islam yang berada khusus menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan basis kuning (Robbah, 2021:16). Istilah yang dipakai dalam menyebut masyarakat mahad aly adalah “mahasantri”. Seorang Intelektual muslim yang menekuni study akademisi pesantren dan etika berperilaku. Pergulatan akademisi pesantren untuk menunjang study di mahad aly tidak lepas dari kutubutturos (kitab warisan ulama’) dan etika berperilaku tidak lepas dari tindak lampah seorang kyai.
Statemen pesantren dan mahad aly akan menjadi ruang kesatuan study yang unggul sebagai pendidikan berstrata unggul dan kredibel. Sasaran utama yang menjadi target keduannya adalah seorang santri atau mahasantri yang mampu mengembangkan sains islam di pribumisasi sebagai ajang dakwah millenial. Menunjang perkembangan pesantren dan mahad aly sebagai sarana study intelektual, maka butuh pendorong kuat untuk pengaplikasiannya. Tawaran yang pantas dalam menyongsong target keduannya ialah aktifitas bathsul masail.
Pesantren menyebut bathsul masail sebagai ruang diskusi ilmiah dan musyawarah. KH. Muhyidin Khatib M.H.I Bendahara Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) menegaskan perihal bathsul Masail pada ajang Kongres Dewan Mahasantri Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (DEMA AMALI) pada (23/06/2022) di Ma’had Aly al-Iman desa Bulus, kecamatan Gebang, kabupaten Purworejo “Ruh Ma’had Aly adalah bathsul masail, karena tempatnya di pesantren dan santrinnya adalah generasi ulama”.
Menilik dawuh beliau, aktifitas bathsul masail menjadi standar dalam development sains dinamika masyarakat pesantren. Pada dasarnya embrio bathsul masail bisa dilacak dari tradisi, musyawarah, halaqoh, dan muzakaroh. Mulai dari kajian Fiqih wa ushuli, tafsir, hadits, dan kajian sains Islam lainnya. Program semacam ini, akan memudahkan masyarakat pesantren dan Ma’had Aly untuk menguasai ilmu agama secara komplit dan komprehensif.
Sebagaimana dikatakan dalam sebuah qoidah “Al-muhafazhatu ala al-qadi-mi-sh-shalih wal-akhdzu bil jadidi-l-ashlah” (memelihara dan melestarikan tradisi lama yang masih baik dan mengekspor tradisi baru yang lebih baik) (Ahmad Baso, 2014:11). Konteks al-muhafazhatu berlansung dan diperankan oleh kalangan masyarakat pesantren “ Kyai-Santri” dan al-akhdzu diperankan oleh mustami’ “Masyarakat Umum”.
Dalam memerankan keduannya, pasti tidak akan lepas dari al-kutub al-mu’tabaroh (kitab-kitab warisan ulama’) sebagai orientasi utama merealisasikan kata “al-muhafazhoh”. Sumbangsih aktifitas bathsul masail tidak hanya berhenti pada struktural penguasaan sains agama, tapi ada beberapa manfaat lainnya yang perlu diketahui. Yakni, Kemampuan berpikir masyarakat pesantren dalam menanggapi problematika yang trending di masa kini.
Merealisasikan tantangan trending dimasa kini, pasti pembaca akan dibawa pada istilah Leaderlees Group Discution (LGD) dan Focus Group Discution (FGD). Hakikat substansi keduannya adalah menguji tajamnya pikiran seorang intelektual dalam menanggapi dan memahami sebuah topik kajian dan problematika yang trending ditengah-tengah masyarakat. Dalam tanda kutip, mampu menjadi figur masyarakat dalam menopang dan menjawab Suistainable Development Goal’s (SDGs) di era perkembangan zaman. Praktik bathsul masail memberikan peranan besar bagi kalangan masyarakat pesantren dalam menjawab dinamika zaman.
Standar dari bathsul masail akan terus berpijak pada produk fiqih sebagai sains yang responsif dan berperan aktif dilini kehidupan. Keproduktifan seorang intelektual akan berpuncak pada istilah “sukses” ketika mampu menjadikan bathsul masail sebaga kegiatan aktifnya dalam berpikir dan belajar. penting bagi setiap Pesantren dan Ma’had Aly untuk mengoptimalkan bathsul masail di akademisi keilmuan. Ruh keduannya tidak akan lepas dari bathsul masail dalam mencerdaskan generasi muslim yang bebobot dan kredibel di era sekarang.
Penulis: Mohammad Lathiful Wahab peserta cendekia Baznas RI, Ketua Dema Amali Jateng 2 dari Ma’had Aly al-Hasaniyyah Tuban.