LOMBOK FOKUS — Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, memberikan penjelasan tegas terkait polemik nikah siri yang belakangan menimbulkan kebingungan publik. Dalam keterangannya di Kantor MUI Pusat, Selasa (25/11/2025), ia menegaskan bahwa nikah siri yang dimaksud dalam polemik ini adalah pernikahan yang sah secara agama, namun tidak dicatatkan oleh negara.
Mengapa Status Nikah Siri Dinilai Haram?
Kiai Cholil menjelaskan bahwa perubahan pandangan hukum MUI terhadap nikah siri bukan tanpa dasar. Berdasarkan kajian mendalam, praktik tersebut dinilai menimbulkan kerusakan sosial (mafsadat) yang jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Ia mengutip kaidah fikih dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih bahwa mencegah kerusakan harus diutamakan daripada meraih kemaslahatan.
“Kerusakan yang ditimbulkan dari nikah siri ini nyata, terus berulang, dan merugikan banyak pihak, terutama perempuan dan anak,” tegasnya.
Dampak Serius: Perempuan dan Anak Paling Dirugikan
MUI menilai nikah siri rentan meninggalkan dampak jangka panjang. Tanpa pencatatan resmi, perempuan dan anak kehilangan kepastian hukum serta rentan mengalami diskriminasi.
Beberapa kerugian yang kerap muncul di masyarakat adalah:
- Hak nafkah sulit dituntut karena tidak ada legalitas hubungan suami-istri.
- Tidak dapat menuntut warisan, sehingga istri dan anak tidak terlindungi secara hukum.
- Kesulitan mengurus akta kelahiran anak, karena ketiadaan dokumen resmi.
- Tidak ada kepastian hukum bila terjadi perselisihan, perceraian, atau kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut Kiai Cholil, kondisi ini menunjukkan adanya mudarat besar yang tidak bisa dibiarkan.
MUI: Pencatatan Nikah adalah Kewajiban Sosial
MUI menegaskan bahwa pencatatan perkawinan bukan sekadar administrasi, tetapi benteng perlindungan hukum bagi keluarga. Negara berfungsi memastikan tidak ada pihak, terutama perempuan, yang dirugikan akibat pernikahan tanpa legalitas.
“Pencatatan nikah adalah bagian dari tanggung jawab sosial. Tanpa itu, kerugian yang muncul jauh lebih besar daripada manfaatnya,” ujar Kiai Cholil.
Dengan penjelasan ini, MUI berharap masyarakat tidak lagi menganggap nikah siri sebagai “jalan pintas” yang aman. Sebaliknya, tanpa pencatatan negara, praktik tersebut dinilai memiliki potensi besar menimbulkan kerusakan bagi masa depan keluarga, terutama bagi perempuan dan anak yang harus mendapat perlindungan maksimal.






