Scroll untuk baca artikel
Berita

Antara Kewajiban Dan Larangan Ditengah Wabah Covid-19 Dalam Perspektif Sosiologi Hukum

72
×

Antara Kewajiban Dan Larangan Ditengah Wabah Covid-19 Dalam Perspektif Sosiologi Hukum

Sebarkan artikel ini
 
(Foto Penulis, Ririn Juliani Mahasiswa Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Mataram) 

OPINI,- Reaksi Masyarakat Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang Larangan Shalat Berjamaah.


Fenomena yang terjadi di lapangan
saat ini di seluruh Indonesia sedang maraknya kasus Covid-19, bahkan bukan di Indonesia saja namun di seluruh dunia.

Virus ini sudah ditetapkan sebagai pandemik oleh WHO, oleh karena itu setiap negara masing-masing memiliki jebijakan tersendiri sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perluasan penyebaran virus ini.

Kemudian fenomena wabah penyakit ini membuat masyarakat mengalami kecemasan dan ketakutan, hal ini bisa memicu terganggunya psikologis dari masyarakat itu sendiri yang bisa berdampak kepada stress dan menurunkan sistem imunitas tubuh.

Di Indonesia sendiri pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk mencegah penyebaran covid-19, yang salah satu kebijakannya ialah dengan membuat larangan shalat berjamaah di Masjid, yang bisa menimbulkan perkumpulan banyak orang, namun seringkali terjadi perselisihan dan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Sejauh ini aturan larangan shalat berjamaah telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia,  dalam hal ini MUI telah mengeluarkan fatwanya nomor 14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19, dalam fatwanya MUI melarang pelaksanaan ibadah secara berkerumun di daerah yang terpapar corona.

MUI menyebut sejumlah ibadah seperti majlis taklim, shalat Jum’at berjamaah, salat wajib berjamaah, salat Tarawih dan Salat Ied.

Oleh karena itu masyarakat sebaiknya menaati aturan yang telah ditetapkan karena ini semata-mata untuk kebaikan kita semua, akibat dari adanya himbauan itu menimbulkan reaksi masyarakat terhadap larangan salat berjamaah.

Beragam watak manusia beragan pula cara pemahaman masing-masing masyarakat tentang larangan shalat berjamaah ini ada yang menerima dengan baik, karena menurut mereka itu memang perlu dilakukan untuk memutuskan rantai penyebaran covid-19, namun selain itu masih ada juga sebagian kalangan yang tidak menerima kebijakan pemerintah ini dan menganggap kebijakan larangan shalat berjamaah ini tidak benar. Bahkan kebijakan ini di nilai sangat menyimpang dari ajaran agama Islam.

READ  Makna Logo UNU NTB, Download Sekarang

Dari adanya reaksi itu sehingga kerap kali terjadi aksi unjukrasa di depan masjid agar masjid dibuka kembali sebagai tempat salat berjamaah, masyarakat juga kerap kali membanding-bandingkan tentang pasar, mall yang masih dibuka namun masjid tetap ditutup, dan  akibatnya tidak sedikit  orang yang melanggar aturan pemerintah dengan tetap melakukan salat berjamaah di masjid.

Masyarakat yang menolak kebijakan ini sangat disayangkan karena memiliki pemahaman yang berbeda, terkait larangan shalat berjamaah ditiadakan karena semata-mata agar tidak timbul kerumunan.

Dan dalam shalat berjamaah juga kita dituntut untuk merapatkan sap, sehingga disitu kita tidak bisa berjarak dan melakukan physical distancing, dan apabila kita juga harus berjarak itu tidak bisa karena bukan tata cara yang baik untuk shalat berjamaah.

Kemudian dalam kasus ini kita juga harus melihat mana yang harus diprioritaskan, shalat berjamaah bisa ditiadakan dan bisa kita ganti dengan salat di rumah saja, namun mencari kebutuhan untuk bertahan hidup tidak bisa dengan tetap di rumah saja. Oleh karena itulah pasar tetap dibuka untuk memenuhi kebutuhan itupun dengan catatan ke pasar harus tetap menggunakan masker dan menerapkan physical distancing.

Dalam teori hukum yang berkaitan dengan larangan pemerintah, dalam hal ini adalah teori hukum positivisme, karena teori ini menjelaskan bahwa hukum adalah suatu perintah,  yang dibentuk menjadi peraturan yang di buat secara formal, oleh lembaga yang diberi kewenangan oleh Negara.

Dapat kita ketahui disini lembaga yang dimaksud diberi wewenang oleh negara adalah MUI, dan MUI telah mengeluarkan fatwanya tentang Ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19, yakni dengan cara salat di rumah masing-masing atau dengan kata lain ditiadakannya salat berjamaah di Masjid.

READ  Tegaskan Komitmen Dukung Ekosistem EV, Tiga Unit SPKLU Hadir di Pulau Sumbawa

Dalam teori hukum, yang berkaitan dengan reaksi masyarakat terkait dengan larangan dan  wabah ini ada teori utilitarianisme. Teori hukum ini menjelaskan bahwa hukum harus dibuat demi kemanfaatan orang banyak.

Hukum tersebut harus melindungi bagi orang yang menaati dan memberi sanksi bagi orang-orang yang melanggar, dalam hal ini kita dapat melihat bahwa reaksi masyarakat dalam menerima perintah ini berbeda-beda, ada yang menerima dengan baik dan ada pula yang menolak dengan berbagai cara.

Disini kita akan lihat bahwa masyarakat yang menaati aturan ini maka ia akan terlindungi dari wabah, dan masyarakat yang tidak menaati aturan besar kemungkinan mereka akan terkena wabah virus corona.

Kemudian Teori ini juga menjelaskan bahwa hukum harus dibuat demi kemanfaatan orang banyak, dan aturan ini juga dibuat agar memutuskan mata rantai penyebaran virus tersebut. Sehingga apabila masyarakat menaati nya maka akan lebih banyak manfaat untuk semua kalangan,karena bisa menekan penyebaran agar lebih sedikit.

Fenomena yang ada dengan aturan larangan shalat berjamaah, yang ada dan terjadi dalam masyarakat ialah kecemasan dan ketakutan masyarakat terhadap pandemik covid-19, namun ketika pemerintah menghimbau atau membuat aturan guna memutuskan mata rantai penyebaran covid-19 masyarakat malah banyak yang melanggar aturan tersebut.

Menurut masyarakat shalat berjamaah sangat penting, dan dapat melakukan doa bersama ketika melakukan shalat berjamaah, itulah pendapat sebagian masyarakat.

Menurut masyarakat kebijakan pemerintah ini tidak adil karena masjid ditutup akan tetapi pasar tetap dibuka, sehingga hal ini banyak menimbulkan perselisihan dari pihak masyarakat seperti melakukan demonstrasi dan tetap pergi ke masjid walaupun sudah dilarang hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat.

Hubungan antara larangan shalat berjamaah dengan reaksi masyarakat di sini tentu berkaitan, karena dengan adanya larangan shalat berjamaah ini masyarakat merespon dan bereaksi berbagai macam, seperti halnya menolak larangan shalat berjamaah tersebut dan tetap ingin melakukan salat berjamaah walaupun sudah dilarang.

READ  Komunitas Kabar Baik Dukung Perpres Jurnalisme Berkualitas Disahkan

Hal ini tentu berkaitan dengan masyarakat berimbas pada aksi penolakan seperti itu dikarenakan keluarnya kebijakan pemerintah tentang larangan itu sendiri.

Apabila kita kaitkan dengan teori hukum, ini jelas berkaitan dengan teori positivisme dan teori utilitarianisme, karena teori positvisme membahas tentang hukum ialah suatu perintah yang dibentuk menjadi peraturan, yang dibuat secara formal oleh lembaga yang diberi wewenang negara, dan lembaga itu sendiri adalah MUI, MUI  yang mengeluarkan aturan larangan shalat berjamaah dan MUI sendiri adalah lembaga yang sudah diberi wewenang oleh pemerintah.

Kemudian teori utilitarianisme, teori ini menjelaskan bahwa hukum harus dibuat demi pemanfaatan orang banyak, hal ini sudah sangat jelas apabila masyarakat mematuhi aturan maka akan sangat bermanfaat bagi orang banyak, untuk menekan penyebaran wabah virus corona.

Masyarakat adalah tanggung jawab bagi pemerinta, oleh karena itu keselamatan manyarakat adalah prioritas pemerintah, maka sebaiknya kita sebagai masyarakat yang baik harus menaati aturan, terlebih lagi apabila aturan itu sendiri demi kebaikan kita bersama.

Disini penulis membahas kaitan antara larangan pemerintah dan reaksi masyarakat kemudian teori yang berkaitan dengan keduanya.

Semoga masyarakat bisa cepat sadar dan memahami tujuan dari aturan yang dikeluarkan pemerintah, karena reaksi buruk masyarakat terhadap aturan yang di keluarkan pemerintah itu adalah suatu sikap yang tidak sewajarnya dipertahankan, dan semoga wabah virus corona ini cepat berlalu.(Red)

Oleh : Ririn Juliani
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama
UIN MATARAM
Editor : Aba-

www.lombokfokus.com
Berlangganan Yes No thanks