Gabungan dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Lembaga Laskar Merah Putih Perjuangan marcab Lobar (LMPP) dan Persatuan Pemuda Peduli Sungai (PPLS) datangi kantor DPMPPTSP Lombok Barat, guna mempertanyakan sekaligus meminta untuk mencabut rekomendasi penerbitan izin mendirikan bangunan disejumlah lahan pertanian produktif yang berada di Kecamatan Kuripan, Gerung Lombok Barat, hal ini diungkapkan oleh asmuni selaku ketua PPLS Senin (12/04/2021)
“Kami meminta kepada Kepala Dinas Pertanian, Dinas PUPR, dan Kepala DPMPPTSP Lombok Barat untuk mencabut rekomendasi penerbitan izin mendirikan bangunan di sejumlah lahan pertanian” terang Asmuni.
Pihaknya sangat menyayangkan atas sejumlah bangunan yang berdiri di lahan produktif pertanian yg ada di Desa jagaraga kec.kuripan seperti pembangunan gedung LPG ,spandek dan SPBU yg ada di wilayah Dasan Tapen Kecamatan Gerung
Asmuni juga berharap jangan ada lagi peralihan lahan yang semula dijadikan ruang hidup oleh rakyat beralih fungsi menjadi area-area investasi oleh para kapitalis, tentu hal ini akan menimbulkan berbagai problem di masyarakat. Seperti menyempitnya lahan pertanian sehingga akan mengurangi produktivitas produksi komoditas pangan para petani yanga ada di wilayah tersebut.
Berkurangnya jumlah petani yang akan berimplikasi pada keberlanjutan generasi petani. Situasi ini tentu akan berdampak besar pada banyak hal, salah satunya ialah kesimbangan lingkungan hidup.
“Semakin meluasnya ekspansi industri akan mempengaruhi luasan lahan produksi rakyat, sehingga kehidupan petani akan semakin jauh dari wacana keadilan yang masif”.
Selain itu dengan menyusutnya lahan pertanian, akan memicu pembukaan lahan-lahan di hutan, situasi ini akan mempengaruhi keberlanjutan keberimbangan lingkungan hidup.
Melihat paradigma pembangunan sekarang yang lebih menekankan pada syahwat investasi masif terutama investasi di bidang property membuat lahan pertanian semakin menyempit. Tanpa mempedulikan subsistensi rakyat dengan pertaniannya, juga melupakan jika alih fungsi lahan-lahan produktif untuk kawasan industri baik manufaktur ataupun ekstraktif akan mengancam keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.
Situasi yang paradoks ini merupakan buah dari tidak ditegakkannya UUPA 60 dan UU Lingkungan Hidup 2009, Perpres 47 tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencabut Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 18),dan perda tata ruang No.11 tahun 2011
karena kepentingan-kepentingan segelintir elite yang rakus akan lahan dan alam yang berdampak lingkungan dan masuarakat yang ada di Lombok Barat. Kini daerah dihadapkan pada wacana krisis sosial-ekologis, di mana lahan pertanian berkurang akan mempengaruhi kehidupan sosial rakyat.
Melihat lahan yang semakin menyempit maka, kawasan-kawasan yang awalnya merupakan vegetasi alami seperti hutan mulai beralih fungsi menjadi kawasan perekonomian yang jelas sangat berbahaya bagi keberlanjutan ekosistem.
Kemudian lanjut Asmuni, kalau halnya demikian ini artinya bahwa rencana tentang pola umum raperda (Rancangan Peraturan Daerah) yang tidak tepat baik terkait dengan aspek hukum maupun terkait dengan Status Izin pemanfaatan ruang di mana Raperda mengatur bahwa dengan berlakunya Perda maka izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan dalam perda dibatalkan.
Kemudian pada Pasal 22 Perda tentang tata ruang yang mana kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c no 6, bahwa penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian pangan berkelanjutan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada pasal 44 tentang alih fungsi lahan ayat 1 bahwa lahan yang sudah di tetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan di lindungi dan di larang di alih fungsikan.
Ditempat yang sama juga ketua LMPP marcap Lombok barat Sahlan mengatakan kami sangat menyayangkan atas berdirinya bangunan perubahan Granada residen dilahan produktif di dusun Pelepok, Desa Mesanggok, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
“Kami berharap kepada pemerintah Lombok barat dalam hal ini, Dinas pertanian dan dinas terkait, untuk bisa mengkaji kembali rekom yang telah dikeluarkan untuk pembagunan perubahan Geranda residen yang dibangun dilahan produktif”, ungkap Sahlan.
Asmuni juga menambahkan kami pada hari jumaat sudah bersurat bahkan menghubungi kepala Dinas DPMPPTSP Lobar, melalui pihak ponsel untuk permintaan hearing gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat, namun jawaban Kepala Dinas yang di sampaikan pada hari Senin dengan jelas, kepala dinas perijinan mengatakan, “Kami tidak menerima tamu hari senin sampai hari raya idul fitri” terang asmuni.
Sehingga pada hari ini membuat sejumlah gabungan LSM langsung menggedor ruang sekertaris, namun sekertaris tidak bisa memberi jawaban.